Konferwil 11 PWNU Lampung Momentum Penguatan Adzimah Kemandirian

Oleh: Dr Wahyu Iryana
Penulis Buku Melacak Akar Historis NU Cabang Bandung. Ketua Prodi SPI FA UIN Raden Intan Lampung

MASIH teringat dalam benak kita bagaimana meriahnya gelaran Muktamar NU yang diselenggarakan di Lampung dua tahun silam.

Momentum Konferensi Wilayah (Konferwil) XI Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Lampung yang digelar pada 29 dan 30 Juli 2023 di Kota Metro mengusung tema “Kemandirian Untuk Membangun Peradaban”, seyogyanya akan mengulang hal yang sama. Pasca kertaker kepanitiaan oleh PBNU panitia langsung tancap gas.

Ada beberapa agenda penting dalam gelaran Konferwil PWNU Lampung ini, diantaranya mengagendakan evaluasi dan penyusunan program, penataan organisasi, tentu pemilihan Rais Syuriah dan Ketua Tanfidziyah akan banyak menyita perhatian peserta Konferwil dan publik Lampung.

Pasalnya Lampung adalah salahsatu provinsi yang mempunyai basis pesantren terbesar setalah pulau Jawa, Sai Bumi Rua Jurai juga sudah sukses menggelar Muktamar NU.
[elementor-template id=”13″]

[elementor-template id=”11″]
Dalam memilih Rais dan Tanfidziyah PWNU Lampung tentu banyak membutuhkan kalkulasi dan pertimbangan yang matang dan komprehensif. Tidak atas kalkulasi untung rugi semata. Selalu teringat makola para kiai pendahulu penting jangan mencari makan di NU, tetapi ngurip urip NU adalah keharusan

Sebagai sebuah hajatan demokrasi, Konferwil PWNU Lampung merupakan momentum penyegaran kembali roda organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang selama periode 2018-2023 dipimpin oleh duet KH. Muhsin Abdillah sebagai Rais Syuriah dan Prof KH. Muhammad Mukri sebagai Ketua Tanfidziyah PWNU Lampung. Kemudian di pjs kan kepada Prof Wan Jamaluddin sebelum akhirnya dikertaker.
Penguatan Himmah dan Adzimah menjadi penting sebagai obor harokah memajuan Nadhatul Ulama.

Kita harus fahami dalam momentum lima tahunan ini berbagai lapisan pengurus (jam’iyah) dan warga (jama’ah) NU turut memikirkan sekuat tenaga untuk menyukseskan Konferwil. Terutama unsur kepanitiaan, baik yang ada di level Pengurus Wilayah maupun pengurus NU di tingkat cabang yang menjadi tempat penyelenggaraan Konferwil, akan berjibaku segenap jiwa raga agar Konferwil NU benar benar terlaksana sesuai rencana dan agenda.

Seluruh elemen NU, baik jajaran pengurus, panitia, dan warga NU solid dan saling membantu dan bahu membahu agar Komperwil bisa tergelar dengan baik. Sebab, bagi warga NU, Konferwil adalah membangun kembali kebersamaan yang terserak untuk memiliki pemimpin baru dalam menahkodai NU dimasa yang akan datang.
[elementor-template id=”13″]

[elementor-template id=”11″]
NU yang sudah terbukti digjaga, sudah satu abad lebih menjadi benteng terdepan menjaga marwah ulama dan negara.

Nadhatul Ulama pesantren besar umat Islam yang berhaluan Aswaja telah memberi garis resultan yang membara untuk harokah kemaslahatan bangsa dan negara.

Telah banyak kampus yang berdiri, pondok pesantren, dan lembaga sosial lainnya yang harus diberdayakan. Termasuk kiai-kiai NU dan para santrinya adalah para pejuang digarda terdepan melawan penjajahan. Bukti historis kedigjaaan NU tidak dapat dipungkiri hakul yakin adanya.

Oleh karena itu, tata kelola organisasi NU yang sinergis ini harus menjadi pekerjaan besar yang perlu digarap serius oleh pimpinan wilayah baru NU. Pimpinan baru NU harus mempunyai kecakapan merapatkan barisan warga NU, baik dilevel organisasi (jam’iyah) maupun dilevel kelompok penganut (jama’ah).
[elementor-template id=”13″]

[elementor-template id=”11″]
Konsolidasi pergerakan ini penting dilakukan agar keberadaan NU bisa menjadi organisasi yang dikelola secara sistemik dan masing masing pengurus ataupun jemaah NU saling bersenyawa untuk membesarkan NU disegala bidang.

Dengan kekuatan gotong royong dan bersama sama makan kemandirian menyongsong peradaban adalah keniscayaan.

Manunggalnya satu ayunan ritme pemikiran dan harokah ber-NU ini penting diperhatikan dan dioptimalisasi oleh pimpinan wilayah baru NU, kewenangan yang bisa berdampak pada penyalahgunaan kebijakan.

Apalagi selama ini, disadari atau tidak, barisan NU yang tersebar diberbagai kantong massa terkandang berjalan secara sendiri sendiri. Penting sekali lagi bahwa jiwa kekompakan, kekeluargaan dan pendewasaan sikap mengurus organisasi harus menjadi itikad baik demi majunya NU di masa yang datang.
[elementor-template id=”13″]

[elementor-template id=”11″]
Bukan NU yang perlu kita, namun kita yang membutuhkan NU. Jangan jadikan NU sebagai alat kuasa, namun lebih dari itu jadikan NU sebagai ruang khidmat untuk menebar kebaikan untuk semesta, seperti qoul para kiai NU bahwa organisasi NU berkeinginan membentuk Darussalam yang cinta damai dan rahmatan lil alamin.

Kita kadang terlupa dengan pepeling Hadratusyech Bahwa siapa yang mengurus NU saya anggap sebagai santriku, dan keluarga serta keturannya didoakan Husnul Khatimah.

Makola Hadratusyech ini seolah garansi bagi semua warga NU tentang doa kebahagiaan hidup bukan hanya di dunia tetapi juga di akhirat. Ya, NU organisasi yang mengurusi bab alamdunya dan wilayah akhiat juga.

Membincang NU, seolah membincang perjuangan panjang para ulama Nahdiyin yang berjibaku menguatkan Himmah dan Adzimah. Ruh para pendiri dari mulai Hadratusyech Hasyim Asyari, Mbah Wahab Hasbullah, Mbah Bisri Sansuri seolah hadir menyaksikan gelaran lima tahunan Konferwil PWNU di Provinsi Lampung.
[elementor-template id=”13″]

[elementor-template id=”11″]
Selamat berkonferwil warga NU Lampung semoga NU tetap digjaya mengawal peradaban. Mari seruput kembali kopi kita. (***)