Soal Pilpres, Partai Buruh dan PKN Masih Bimbang

psiaceh.or.id/ – Dua partai politik dari 18 Parpol peserta pemilu belum menentukan arah dukungan pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024 mendatang. Partai Itu yakni Partai Kesejahteraan Nusantara (PKN) dan Partai Buruh.

Lalu, kemana arah dukungan kedua partai itu akan berlabuh?

Sekretaris pimpinan daerah (Pimda) PKN Lampung Rahmat Budianto mengatakan, sampai dengan saat ini partainya belum memutuskan sikap terkait arah dukungan pada Pilpres.

Rahmat menyebutkan, berdasarkan rapat pimpinan nasional (Rapimnas) yang digelar belum lama ini (25/10/2023), menghasilkan sebuah keputusan bahwa PKN akan lebih fokus pada pemilihan legislatif.

“Saat ini PKN akan fokus dulu pada Pileg,” ujarnya saat diwawancarai, Selasa (31/10/2023).

Namun, apabila dalam waktu dekat PKN tingkat pusat menentukan arah dukungan ke salah satu capres-cawapres, PKN Lampung, kata dia, siap mengikuti keputusan tersebut.

Sementara itu, Ketua Exco Partai Buruh Provinsi Lampung, Sulaiman Ibrahim mengatakan, arah dukungan partainya akan
diputuskan dalam rapat presidium.

Dia menyebutkan, Presidium Partai Buruh akan menentukan dukungannya setelah menggali aspirasi dari bawah.

“Nanti dalam sebuah pertemuan lebih lanjut, antara wilayah sama pusat. Kemudian ada presidium yang akan menentukan di rapat terakhir setelah menggali dari para buruh,” kata dia.

Partai Buruh, kata dia, tidak ingin terburu-buru dalam menentukan pilihan terhadap tiga bakal pasangan capres-cawapres saat ini.

“Pelan-pelan lah, kami kan partai baru, bukan pendukung. Kami mau memilih presiden dan wakil presiden yang terbaik,” ujar dia.

Menurutnya, aspirasi buruh di Lampung arahnya sudah kelihatan, tapi masih terpecah ke tiga bakal pasangan capres-cawapres.

“Masih terpecah, jadi belum bisa ambil kesimpulan. Partai Buruh ini kan ada yang dulu ikut PDIP, PPP, Golkar. Kami hargai pendapat mereka,” kata dia.

Dia melanjutkan, Partai Buruh memiliki kriteria capres-cawapres yang akan dipilih pada Pilpres 2024 mendatang.

“Kalau Anies kan sudah tereliminasi gara-gara mereka ada persoalan-persoalan para pendukungnya yang memecah belah serikat buruh. Tinggal dua lagi sekarang, antara Prabowo sama Ganjar,” ujar dia.

“Kecuali kalau memang ada pertimbangan lain, eliminasi untuk Anies dicabut kembali,” kata dia.

Dia menyatakan, Partai Buruh tidak ingin gegabah dalam menentukan pilihan politik.

“Ya berhati-hati lah, kami kan mencari pemimpin yang terbaik dan punya akhlak, yang sudah pasti takut sama Tuhan,” tegas dia.

Partai Buruh, kata dia, sudah mengatur langkah-langkah untuk perbaikan Indonesia ke depan dan siap bekerja sama dengan capres-cawapres yang berjuang mencabut Omnibus Law.

“Kuncinya presiden yang siap berjuang mencabut Omnibus Law, itulah orang yang bisa bekerja sama dengan Partai Buruh. Jangan hanya ngomong perubahan perbaikan, tapi tidak berjalan,” pungkas dia.

Tak Bisa Masuk Koalisi Pilpres

Sementara, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan bahwa empat partai politik yang baru mengikuti pemilu pertamanya pada 2024, tidak dapat tercatat secara administratif sebagai gabungan partai politik pendaftar calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) di KPU RI.

Sebagai informasi, empat partai politik itu yakni Partai Ummat, Partai Buruh, Partai Gelora, dan Partai Kebangkitan Nasional (PKN).

KPU RI menjelaskan, hal itu berdasarkan pembacaan atas Pasal 1 angka 27-30, 221, 222, 226, 325, dan 342 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

“Partai politik baru sebagai peserta Pemilu 2024 belum dapat menjadi bagian dari partai politik atau gabungan partai politik yang dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden, karena kan belum punya kursi atau belum punya suara, karena belum pernah ikut sebagai peserta pemilu,” jelas Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dalam acara Rapat Koordinasi Persiapan Pelaksanaan Pencalonan Peserta Pilpres 2024 di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (12/10/2023) lalu.

Sebagai konsekuensinya, jelas Hasyim, lambang 4 partai politik ini tidak bisa dicantumkan di dalam surat suara Pilpres 2024.

Sebab, menurut UU Pemilu, desain surat suara pilpres memuat tanda gambar partai politik yang, secara administratif, tercatat di KPU sebagai pengusul/pendaftar capres-cawapres.

Selain itu, Partai Ummat, Buruh, Gelora, dan PKN tidak bisa termasuk ke dalam daftar partai politik penyumbang dana kampanye pasangan capres-cawapres.

Pasal 325 ayat (2) huruf b UU Pemilu mengatur bahwa dana kampanye pasangan capres-cawapres diperoleh dari dana partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan capres-cawapres.

“Kalau ada ketua partai politik mau ikut berkontribusi ke dalam dana kampanye pemilu presiden, ya sifatnya personal seperti orang per orang atau seperti kumpulan orang,” jelas Hasyim.

Di samping itu, 2 partai politik peserta Pemilu 2019, yakni Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI, sekarang PKP) serta Partai Berkarya juga tidak dapat mengusulkan/mendaftarkan capres-cawapres ke KPU pada 2024.

Meskipun mendapatkan suara sah nasional pada Pileg 2019, namun kedua partai politik itu tidak ikut serta sebagai peserta Pemilu 2024.

Walaupun demikian, Hasyim menegaskan, ketentuan ini hanya berlaku sebagai syarat administratif pendaftaran capres-cawapres ke KPU.

Secara politik/di luar ketentuan administrasi, tidak ada larangan partai-partai politik itu untuk berkoalisi mendukung capres-cawapres tertentu.

“Dapat menjadi pendukung walaupun istilah di Undang-undang (Pemilu) tidak disebutkan (istilah partai politik pendukung),” ujar Hasyim.

Lain halnya dengan Partai Hanura, Garuda, PSI, Perindo, dan PPP. Meskipun tidak memiliki perolehan kursi di DPR, namun 5 partai politik itu dapat tergabung secara administratif ke dalam gabungan partai politik pendaftar capres-cawapres ke KPU.

Karena, 5 partai politik itu ikut Pileg 2024 nanti, dan pada Pileg 2019 lalu memperoleh suara sah nasional yang bisa menjadi basis perhitungan untuk mengusulkan capres-cawapres. (sandika)